28 February 2010

Kaya, Sabar dan Syukurnya Abdurrahman Bin Auf


Sumber:
http://www.salmadinar.blogspot.com/


“Aku heran terhadap diriku sendiri. Seandainya aku mengangkat batu, di bawahnya aku temukan emas dan perak”.

Begitulah ucapan Abdurrahman bin Auf RA, salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau konglomerat yang selalu untung dalam bisnisnya, namun sangat rendah hati dan sederhana. Dialah profil sahabat yang ulet dan lihai dalam berbisnis, sekaligus teladan dalam kesabarannya ber-Islam serta mensyukuri nikmat rizki yang banyak dengan menginfakkannya di jalan Allah.

Banyak kisah yang sering kita dengar seputar sahabat satu ini. Satu yang paling sering kita dengar adalah kalimat “Tunjukkan saja arah pasar.” Itu adalah penghujung dari dialog antara Abdurrahman bin Auf dengan Sa’d bin Rabi’ ketika keduanya dipersaudarakan oleh Rasulullah setelah peristiwa hijrah. Ketika itu Sa’d (sebagai orang terkaya di Madinah) menawarkan separuh harta dan satu istrinya untuk Abdurrahman. Tapi beliau memilih ditunjukkan pasar dan mulai berdagang.
Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai sahabat yang termasuk paling awal ber-Islam, beliau adalah orang kedelapan mengucapkan sahadatain.

Beliau juga adalah sahabat yang ikut 2 kali hijrah ke Habasyah, hijrah ke Madinah, dan berada dalam barisan yang berjihad dalam perang Badar, Uhud dan beberapa perang setelahnya. Di perang Uhud itulah beliau mengalami 20 luka dan beberapa giginya lepas. Semenjak itulah, beliau pincang ketika berjalan dan agak cadel ketika berbicara.
**
Banyak diantara kita mengira kekayaan orang pada masa lalu adalah berbeda dengan dengan saat ini. Kita mengira sekaya-kayanya orang pada jaman dahulu, tentu masih lebih kaya orang pada masa sekarang. Padahal tidak demikian.

Kita beruntung bahwa ada satuan penghitung kekayaan harta Abdurrahman bin Auf sehingga kita bisa memperkirakannya dalam Rupiah di jaman sekarang. Satuan itu adalah Dinar dan Dirham. Nilai Dinar dan Dirham kita ketahui tetap semenjak pertama kali ditetapkan, sehingga dengan mengkonversinya dalam mata uang sekarang, maka kita bisa tahu berapa harta yang beliau punyai.

Setelah Rasulullah SAW bersabda “Wahai putra Auf, kamu ini orang kaya-raya. Kamu akan masuk surga dengan merangkak. Karena itu, pinjamkan kekayaanmu kepada Allah. Allah pasti memudahkan langkah kakimu,” sejak saat itulah Abdurrahman tak pernah lupa menginfakkan hartanya di jalan Allah. Hasilnya, kekayaannya semakin berlimpah ruah.

Ia pernah menjual tanahnya senilai 40 ribu dinar (Rp 56 Milyar sekarang) untuk dibagikan kepada keluarganya dari keturunan bani Zuhrah, kepada para Ummul Mukminin (istri-istri Rasul SAW) dan para fakir miskin.

Bisnisnya adalah bisnis skala internasional, hingga Mesir dan Syam. Kafilah dagangnya yang datang dari kedua wilayah itu begitu besarnya hingga mencukupi seluruh penduduk di jazirah Arab.

Beliau pernah menyumbangkan 500 kuda untuk kepentingan pasukan perang.
Sebelum meninggal dunia, beliau mewasiatkan 50 ribu dinar (Rp 70 Milyar) untuk kepentingan jihad di jalan Allah, 400 dinar (Rp 560 juta) untuk setiap veteran perang Badar. Ustman ibn Affan yang terbilang kaya raya pun mendapatkan bagiannya. Ustman berkata “Harta kekayaan Abdurrahman bin Auf halal dan bersih. Memakannya akan membawa keselamatan dan berkah.”

Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar (Rp 112 Milyar).

Itulah kehidupan Abdurrahman bin Auf. Sahabat yang kaya raya namun tak dilenakan hartanya. Beliau bersabar bersama Rasulullah SAW dari masa awal Islam, mengalami penderitaan bersama dalam tekanan kaum kafir Quraisy dan berkorban dalam berbagai peperangan. Beliau juga mensyukuri harta yang didapatnya dengan menginfakkannya dalam jumlah yang sangat besar untuk perjuangan Islam.

Beliau juga sangat sederhana, hingga dikatakan “Jika ada orang asing melihatnya duduk bersama pembantunya, orang itu tidak akan bisa membedakan mana majikan dan mana pembantu.”

Subhanallah.Semoga bermanfaat.

Sumber :
*) “Belajar Mengelola Dinar dari Abdurrahman Auf” – www.geraidinar.com
**) “60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW” – Khalid Muhammad Khalid – Penerbit Al-I’tishom

EKONOMI MURAH HATI (Renungan Maulid Nabi Muhammad SAW)

Sumber:
http://www.salmadinar.blogspot.com/


“Islam adalah gabungan antara tatanan kehidupan praktis dan sumber etika yang mulia. Antara keduanya terdapat ikatan sangat erat dan tidak terpisahkan. Dan ekonomi yang kekuatannya berdasarkan wahyu dari langit itu (Islam) tanpa diragukan lagi adalah ekonomi yang berdasarkan etika.”
(Jack Austri, seorang Perancis, dalam bukunya Islam dan Pengembangan Ekonomi).

Meski semua ekonom mengenal Adam Smith dan buku Wealth of Nations-nya, hanya segelintir yang membacanya dengan teliti. Dalam buku itu, Adam Smith mengutip laporan perjalanan Doktor Pocock yang menjelaskan rahasia kesuksesan para pedagang Arab. Kunci keberhasilan mereka terletak pada KERAMAHAN dan KEMURAH HATIANNYA. Tepatnya ia menulis. “Ketika mereka memasuki sebuah kota, mereka mengundang orang-orang di jalan, baik kaya maupun miskin, untuk makan bersama denganz duduk bersila. Mereka memulai makan dengan mengucapkan BISMILLAH dan mengakhirinya dengan ucapan HAMDALLAH.”

Saat ini, dalam berbagai praktek ekonomi yang kita jumpai dan jalani, selalu ada dua kutub yang berhadapan. Profesionalitas versus moralitas. Spiritualitas versus praktek bisnis atau dagang. Etika, moral, kejujuran versus target-target pendapatan.

Padahal, asalnya, kedua kutub itu terintegrasi. Seharusnya keduanya dapat dengan harmonis berjalan beriringan. Kutipan isi buku Adam Smith diatas itu adalah contoh sederhana kesuksesan Islam melalui generasi pertamanya mempraktekkan scientific management dengan humanistic dan spiritual management.

Pedagang Islam mengundang orang miskin untuk makan adalah cara mengundang barakah Allah. Dan di saat bersamaan mereka melibatkan orang kaya untuk makan adalah membangun relationship serta mengundang transaksi dari segmen pasar yang punya daya beli. Lalu acara bersama itu dibungkus dengan kalimat Allah “Bismillah” dan “Hamdallah”.

Dahulu Rasulullah muda dalam ekspedisi dagang membawa komoditas Khadijah sebelum menikah ke suatu tempat yang jauh, mempraktekkan bahwa beliau bisa mendapatkan untung berlipat-lipat dengan tetap mempraktekkan kejujuran sekaligus kepandaian memainkan harga mengikuti situasi pasar. Setelah strategi aksi banting harga kafilah dagang Yahudi yang mana Rasul SAW bergabung dengan mereka, sesungguhnya Muhammad SAW bisa saja kembali ke Mekkah dengan menjual barang dengan murah dibawah harga dasar dan artinya rugi. Tapi beliau tak melakukannya. Pertama karena beliau tak mungkin mengkhianati amanat barang yang dititipkan Khadijah, yang kedubeliau dengan sifat Fathonahnya mampu menganalisis tarik menarik antara Supply dan Demand dan pengaruhnya terhadap harga. Beliau menahan sebentar barangnya hingga beberapa saat ketika harga murah, lalu menjualnya ketika supply mengecil dan demand tetap. Di saat itulah beliau bisa menjual barang dengan harga premium. Aksi Rasulullah ini mengecewakan pedagang Yahudi yang sejatinya dari awal memang hendak mengerjai beliau.

Tak ada artinya wacana-wacana ekonomi Islam sebagai solusi permasalahan umat manusia disuarakan, sementara hanya sebagian kecil muslim yang menyadari bahwa demonstrasi akhlaq yang baiklah yang memberi dampak sangat besar.

Akhlaq adalah bagian yang jelas dan tegas dalam ekonomi Islam, menurut Dr. Yusuf Qardhawi, landasan ekonomi Islam adalah :
1. Ketuhanan
2. Akhaq yang baik
3. Bercirikan kemanusiaan (humanistic)
4. Bersifat pertengahan

Ketika menjawab pertanyaan seorang rekan beberapa saat lalu tentang bagaimana menegakkan ekonomi Islam, jawabannya bisa sederhana bisa juga sangat rumit. Hal paling sederhana namun sesungguhnya paling rumit adalah mengaktualisasikan akhlaqul karimah di keseharian kita, melalui diri-diri kamu muslimin. Dalam muamalah kita, termasuk dalam deal-deal bisnis, interaksi dagang dengan siapapun itu. Sebelum bertukar system dari sistem keuangan syaithan ke sistem yang benar-benar Islami, kita harus menukar cara pandang, internal value dan mentalitas kita kepada mentalitas Islam yang solutif, RAMAH dan MURAH HATI.

Wallahua'lam bisshawab.

Sumber :
*) Norma dan Etika Ekonomi Islam, Dr. Yusuf Qardhawi, Gema Insani Press
**) Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, Ir. H. Adiwarman A. Karim SE, MBA, MAEP
Posted by DIRHAMSYAH at 20:27 0 comments Links to this post
Sabtu, 20 Februari 2010